MEDIA EMITEN – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berfokus untuk menjalankan program substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022.
Langkah strategis ini untuk membangkitkan kembali kinerja industri dan ekonomi nasional akibat gempuran dampak pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengatakan tahun 2020 merupakan lembaran baru bagi industri baja nasional.
“Sebab, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” kata Taufiek dikutip Mediaemiten.com dari laman kemenperin.go.id, Kamis, 4 Maret 2021.
Baca Juga:
Melalui Pendampingan BRI, Sosok Ini Berhasil Memberdayakan Komunitas Perempuan di Lamongan Jatim
Prabowo Sebut Muhammadiyah Luar Biasa, Punya 167 PT, 5.345 Sekolah dan Madrasah serta 440 Pesantren
Menurutnya, pemerintah berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya di tahun 2019, 2018, dan 2017 itu sering diwarnai banjir impor.
“Karena apa? kami menegakkan kebijakan yang tepat, dengan mengatur supply and demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional,” ucapnya.
Dirjen ILMATE menyebutkan, impor baja untuk jenis slab, billet, dan bloom pada tahun 2020 sebanyak 3.461.935 ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.664.159 ton.
Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja Hot Rolled Coil per Plate (HRC/P) yang pada tahun 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton di tahun sebelumnya.
Sementara itu, impor untuk jenis Cold Rolled Coil per Sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton tahun 2020 dibandingkan pada 2019 yang sebesar 918.025 ton.
Untuk jenis baja lapis, impornya juga turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton di tahun sebelumnya.
Taufiek menambahkan, penurunan impor ini diyakini berkontribusi kepada surplus neraca perdagangan Indonesia, namun surplus perlu dipertahankan ke depan dengan menjaga keseimbangan supply demand baja nasional untuk menarik investasi.
“Yang harus dipastikan dengan rata-rata peningkatan kebutuhan nasional 5 persen per tahun, pasar mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri,” tutur Taufiek.
Baca Juga:
Berhasil Turunkan Harga Tiket Pesawat, Presiden Prabowo Subianto: Untuk Bantu Masyarakat Kita
Dampak Kebijakan Proteksionis Presiden AS Terpilih Donald Trump Ditakutkan akan Lemahkan Kurs Rupiah
Prabowo Subianto Kunjungi Tambak Ikan Nila Salin di Karawang, Cek Potensi Bahan Makan Bergizi Gratis
Adapun kemampuan industri baja nasional, tercemin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab, billet, bloom) saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi tahun 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25 persen dibanding tahun 2019 yang mencapai 8.888.000 ton.
Selain itu, utilisasi pada tahun 2020 juga meningkat hingga 88,38 persen dari tahun 2019 sebesar 67,86 persen.
Menurut Taufiek, hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada tahun pandemi 2020.
Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara, seperti China yang produksinya justru meningkat 5,2 persen.
Berikutnya, produksi baja di Turki juga meningkat 6 persen, Iran meningkat 13 persen, dan Indonesia meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan pada 2019.
Menurut Taufiek, sekto industri baja itu indikator ekonomi.
Kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat, yang penting adalah kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” ujar Dirjen ILMATE Kemenperin. (BUD)