Mediaemiten.com, Jakarta – Aksi korporasi PT Lippo Cikarang Tbk mendekonsolidasi PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang proyek mega properti Meikarta berbuah manis. Emiten berkode LPCK itu meraup laba bersih Rp2,90 triliun atau naik 593% pada kuartal III 2018 lalu. Sejumlah analis mengatakan langkah dekonsolidasi tersebut sudah tepat.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto meyakini, kinerja Lippo Cikarang justru akan lebih lebih baik kedepannya pasca dekonsilidasi . “Bagus, selama Meikarta belum jadi, dan masih terkait kasus maka akan membuat laporan keuangan LPCK terlihat kurang menarik,” katanya di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Sementara pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada menilai kinerja Lippo Cikarang pada kuartal III lalu menjadi sentimen positif pasar di tengah lesunya bisnis properti dan berkah dari dekonsolidasi anak usaha LPCK. Menurut Reza, hasil dekonsolidasi anak usaha harusnya terlihat di priode laporan kinerja keuangan selanjutnya. “Kalau terkait aksi dekonsilidasi, terlihat nanti di priode berikutnya dan sekarang belum terlihat,”ujarnya.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Ini 7 Peran BRI Bawa Ekonomi Indonesia Lebih Kuat! Maknai Hari Kebangkitan Nasional
BRI Dukung Purwokerto Half Marathon 2025: Dorong Sport Tourism dan Pemberdayaan UMKM Lokal
PROPAMI Care Tegaskan Nilai Kepedulian Melalui Aksi Sosial di Bekasi

SCROLL TO RESUME CONTENT
Disampaikannya, berdasarkan pengalaman sebelumnya bila ada perusahaan melepas kepemilikan di suatu anak usaha atau entah itu dialihkan kepemilikan sahamnya, baik itu dijual, diprivatisasi, atau apapun istilahnya yang penting tidak ada di perusahaan tersebut, maka pencatatan keuangan konsolidasi tidak akan memasukan anak usaha tersebut.
Selanjutnya soal dugaan pembeli saham MSU dari luar negeri dan terafiliasi dengan Lippo, baik Reza dan William keduanya membenarkan kemungkinan saja ada keterkaitan karena belum ada penjelasan juga siapa pembeli saham ini. ”Namanya konglomerasi kan apapun memungkinkan. Yang penting diharapkan sesuai aturan-aturan hukum yang berlaku,” kata Reza.
Dalam laporan keuangan LPCK kuartal II 2018, manajemen Lippo Cikarang sudah menyampaikan bila sejak Maret 2018 perusahaan telah mengalihkan 50,01% saham MSU kepada dua pihak. Yakni, Hasdeen Holdings Ltd., dan Masagus Ismail Ning. Ini membuktikan bila aksi dekonsolidasi tidak terkait dengan kasus perizinan yang terungkap pada bulan Oktober. Aksi korporasi ini lebih merupakan strategi perusahaan menggandeng perusahaan internasional untuk mendukung Meikarta.
Baca Juga:
Portofolio Sustainable Finance BRI Tembus hingga Rp796 Triliun, Terbesar di Indonesia
Sukses Kembangkan Pariwisata Alam dan Agrikultur, Intip Cerita Desa BRILiaN di Lereng Gunung Merapi
RUPST BSI Tunjuk Anggoro Eko Cahyo Sebagai Dirut Baru dan Bagikan Dividen Lebih dari Rp1 Triliun
Dalam perjanjian jual beli bersyarat pada 10 Maret 2017 itu sendiri Hasdeen sepakat menyuntik modal sebesar US$300 juta atau sekitar Rp4,2 triliun secara bertahap hingga Desember 2018. Kepemilikan saham PEAK di MSU tidak melebihi 50%. Paska transaksi, CEO Lippo Group James pernah mengatakan Lippo Group mengatakan perusahaan memiliki filsafat bertumbuh dengan kemitraan. “Saham Meikarta memang kemitraan, dan dari awal sudah demikian,” ujarnya.
Sebagai info, PT Lippo Cikarang Tbk berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 1,84 triliun di kuartal tiga 2018 atau tumbuh 50% dibandingkan priode yang sama tahun lalu. Sementara laba kotor Rp1,05 triliun, naik 102% dan kantungi laba bersih sebesar Rp2,90 triliun naik 593% terutama yang berasal dari dekonsolidasi anak perusahaan LPCK, PT Mahkota Sentosa Utama, sebesar Rp2,35 triliun. Demikian seperti dilansir Neraca.co.id. (*)