MEDIAEMITEN.COM – Sebagai salah satu solusi mendorong laju pertumbuhan kredit kepada UMKM, Pemerintah akan menghapus kredit macet segmen Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) di bank.
Dengan demikian, kebijakan tersebut akan membuat ekonomi semakin cepat pulih pascakrisis akibat pandemi.
Terkait dengan kebijakan tersebut, BRI menyambut baik dan mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Bahkan sejak 2021, Perseroan telah mengusulkan kepada regulator untuk me-review soal ketentuan terkait hapus buku kredit dan tagih piutang (write-off) bagi UMKM.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa segmen UMKM khususnya mikro dan ultra mikro, masih memiliki peluang besar dalam pembiayaan.
Baca Juga:
Kendati demikian di segmen UMKM sendiri masih ada masalah meminjam dan tidak terbayar. Di sisi lain BRI yang merupakan bank pemberdaya UMKM sekaligus perusahaan milik negara, tidak berani menghapuskan kredit macet tersebut karena dapat masuk sebagai aset negara.
“Maka butuh policy seperti rencana pemerintah tersebut, sehingga akan menambah daya jelajah dan konsumsi kredit UMKM di masa yang akan datang.”
“Kami telah lama memperjuangkan hal ini (hapus buku dan hapus tagih), jadi kami menyambut baik rencana tersebut,” ujar Sunarso.
Hal ini mengingat UMKM adalah tulang punggung ekonomi negara. Saat ini kontribusi UMKM terhadap PDB berada di sekitar 60% dan menyerap 96% tenaga kerja nasional.
Baca Juga:
Direktur Utama BRI Ungkap Strategi Tingkatkan Kualitas Aset, Kredit Macet Berhasil Menurun
Kualitas Aset Semakin Baik, Intip Strategi BRI Turunkan Rasio Kredit Bermasalah
Dengan demikian, dukungan dengan memberikan pendanaan kepada UMKM akan mendorong roda perekonomian Indonesia.
Hingga kuartal I/2023, BRI sendiri berhasil mencatat pertumbuhan kredit di sektor UMKM sebesar 9,6% year on year (yoy) dengan nominal mencapai Rp989,6 triliun. Jumlah tersebut mengambil porsi 83,86% dari total kredit BRI.
Adapun motor utama pertumbuhan kredit BRI adalah segmen mikro yang mencapai 11,18% yoy. BRI sendiri menargetkan porsi kredit UMKM dapat terus tumbuh hingga mencapai sekitar 85% dari total portofolio kredit perseroan pada 2024.
Adapun dengan kebijakan baru tersebut, menurut Sunarso, dapat membantu segmen UMKM lebih berani mengakses pendanaan.
Baca Juga:
Laba Bersih Sebesar Rp267,28 Miliar, PT PP (Persero) Tbk Catatkan Pendapatan Sebesar Rp14 Triliun
Bank Kustodian BRI Tawarkan Multi-share Class, Terus Berinovasi Tingkatkan Layanan Perbankan
Perkuat Kolaborasi bagi Pertumbuhan Perbankan Nasional, BRI Gelar Acara Treasury Banking Summit
Hal itu akan mendorong pertumbuhan kredit yang diproyeksikan pemerintah untuk dapat mendorong roda perekonomian di tataran pelaku ekonomi akar rumput.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo akan menghapus kredit macet UMKM. Hal itu telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Senada dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, hal itu sudah dibahas lebih lanjut dengan Presiden Jokowi.
“Pertama tadi kita bahas mengenai restrukturisasi UMKM, khususnya restrukturisasi terkait kredit, termasuk penghapus bukuan dan tagihan. Perundangannya semua siap. UU-nya siap,” ujar Airlangga.
“Rasanya memang perlu menambah kelincahan untuk menumbuhkan kredit di UMKM. Berarti masalah-masalah yang historically bahwa masih ada kredit bermasalah di UMKM, yaitu harus kita selesaikan. Itu mungkin secara kebijakan,” lanjut Sunarso.
Sebab, dalam hapus buku tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilakukan upaya restrukturisasi. Selain restrukturisasi, bank atau non-bank pun telah melakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tidak berhasil.
Adapun dalam Pasal 251 UU PPSK, kerugian yang dialami oleh bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku tersebut merupakan kerugian masing-masing perusahaan.
UU PPSK juga mengatur kerugian bukan termasuk kerugian keuangan negara, sepanjang dapat dibuktikan yang dilakukan berdasarkan itikad baik, sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan mengacu pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
“Bahwa nasabah-nasabah UMKM itu banyak, jutaan yang masih tercatat sebagai penunggak kredit dari sisa-sisa program zaman dulu.”
“Dan itu kalau masih di-treat sebagai aset negara maka bank tidak punya keleluasaan untuk memberikan kredit.”
“Kalau kemudian hal-hal yang seperti itu bisa kita atasi, saya kira bank bisa lebih lincah lagi dalam mendorong dan memasukan UMKM yang unbankable menjadi masuk kepada system,” pungkasnya.***