MEDIA EMITEN – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan menguat pada tahun pemulihan ekonomi 2022, menembus level 7.400-7.600. Prediksi tersebut seiring dengan harapan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan di kisaran 5,2% sehingga investor bisa mulai mengoleksi saham yang sudah turun cukup tajam (Buy the Dip).
Hal itu diungkapkan pengamat pasar modal yang juga Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi dalam diskusi daring Investment Talk bertajuk “Buy in May Harvest in November” yang digelar D’ Origin Advisory bersama Igico Advisory, Rabu sore 18 Mei 2022 dengan moderator Cynthia Nadeak.
Menurut Edhi, GDP Indonesia secara rata-rata setiap tahun sejak 2001 hingga 2020 sekitar 5%. Adapun pada 2021 terjadi pandemi yang menyebabkan GDP Indonesia hanya tercatat 3,69%. Pada 2022 optimisme kembali tumbuh seiring pandemi yang semakin terkendali. Dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2022 mencapai 5,01%.
Dia menjelaskan, dengan mengacu GDP growth base maka IHSG tahun ini dapat dihitung dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% dikali investment banking data yaitu 2,5 kali dari GDP yaitu sekitar 13% penaikannya dibandingkan dengan 2021.
Baca Juga:
BUMN Hadir di INACRAFT 2025: Mendorong UMKM Naik Kelas, Memajukan Ekonomi Kreatif Indonesia
BRI Berhasil Jaga Stabilitas Kinerja, Melalui Keberpihakan Terhadap UMKM dan Ekonomi Kerakyatan
BRI Masuk Jajaran Perusahaan Elite di Kawasan Asia – Pasifik 2025 versi Majalah TIME
Pada 2021 lalu level tertinggi IHSG mencapai 6.581. Dengan kenaikan 13%, IHSG sudah berada di level 7.400-an. “Namun, jika memperhitungkan earnings per index pada 2022 yang sekitar 440-an atau 430, dikalikan rata-rata price earnings ratio (PER) IHSG tertinggi dalam 10 tahun terakhir yaitu 17. Maka, kita akan mendapatkan IHSG tahun 2022 harusnya antara 7.400 – 7.600, seperti itu,” ujarnya.
Hal itu menurutnya diperkuat juga dengan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil di kisaran Rp14.400. Serta harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan nikel yang terjaga positif. Selain itu, faktor lain yang dapat memperkuat IHSG adalah dana asing yang masuk ke pasar modal dalam negeri.
Pasalnya tingkat inflasi yang menerpa perekonomian global akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina, membuat dana asing dalam jumlah besar masuk ke emerging market termasuk pasar modal di Tanah Air. “Nah sampai hari ini tahun 2022 net buy asing itu sekitar Rp63 triliun,” ujarnya.
Di sisi lain Edhi pun mengingatkan perlunya mewaspadai kenaikan suku bunga oleh The Fed. Langkah otoritas keuangan Amerika Serikat tersebut selalu menciptakan disinflationary di stock market. Artinya setiap kenaikan bunga acuan The Fed membuat stock market turun.
Baca Juga:
Mendorong UMKM Naik Kelas dan Go Global, Pemerintah Apresiasi Keberpihakan BRI
Sebanyak 3 Anggota Bursa Siap untuk Fasilitasi Transaksi Short Selling, Termasuk Mandiri Sekuritas
Elon Musk Tawar Perusahaan pada Harga 97,4 Miliar Dolar AS, Begini Respons CEO OpenAI Sam Altman
Menurut dia investor tak usah khawatir dengan sentimen negatif terkait dengan persepsi negatif terkait perdagangan di pasar modal pada Mei. Sehingga ada istilah sale in/on May and go away.
Persepsi itu, kata dia, timbul karena pada Mei atau bahkan dari akhir April sampai akhir Juni masyarakat dunia mengenal summer holiday. Di mana biasanya investor lebih suka menyimpan uang tunai dari pada aset karena menghadapi libur panjang.
“Jadi semua lebih prefer pegang cash daripada pegang asset. Takut terjadi apa-apa selama bulan April akhir sampai bulan Juni akhir tersebut. Maka sering terjadi yang dinamakan sell in/on May and go away. Padahal boleh saya katakan Mei itu adalah kesempatan untuk beli. Jadi balik lagi ketika semua takut, anda beli. Ketika semua panik beli, anda jual sesederhana itulah,” imbuhnya.
Hal tersebut dijawab Edhi melalui data. Sejak 2001 hingga 2021, IHSG pada Mei hanya mengalami penurunan sebanyak delapan kali. Sedangkan 13 kali mengalami penaikan.
Baca Juga:
Konsisten Melayani UMKM, BRI Cetak Laba Rp60,64 Triliun
Tingkatkan Daya Saing Bersama BRI, Balee Scents Siap Melangkah ke Pasar Dunia
Rekomendasi Emiten
Edhi Pranasidhi tak lupa merekomendasikan saham-saham emiten yang layak dikoleksi. Seperti TLKM yang terkoreksi 13,8% dari level 4.850, BBRI terkoreksi 10,6% dari level 4.980, BBCA terkoreksi 10,8% dari level 8.300, ASII terkoreksi9% dari level 7.700, TOBA terkoreksi 45% dari level 1.890.
Kemudian KAEF yang sudah turun 58%, MLPL sudah turun 78% dan ada EXCL yang sudah turun 20%.
“Jadi silahkan saja pilih emiten dengan fundamental yang bagus tapi sudah turun lebih dari 30% silahkan di-collect untuk kemudian berinvestasi selama 5 tahun. Dan selalu ingat, pergantian presiden di tahun 2024. Mau tak mau selalu membawa IHSG naik kalau misalnya calon presiden dinilai bagus oleh masyarakat,” pungkasnya