Mediaemiten.com, Jakarta – Sejumlah analis menilai harga saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) masih prospektif untuk dikoleksi. Pasalnya dengan harga saat ini, price to book value/PBV BBTN sudah sangat rendah hanya 1,2X P/BV atau setingkat seperti sebelum program satu juta rumah digulirkan.
Head of Research Sinarmas Sekuritas, Evan Lie Hadiwidjaja mengatakan dengan P/BV yang rendah ini, maka target harga saham (target price/TP) BBTN hingga akhir tahun 2019 mencapai Rp3.475 per saham.
“Kami melihat program satu juta rumah akan sangat menguntungkan dan mendorong peningkatan pendapatan,” katanya di Jakarta, Minggu (8/7/2018).
Menurut Evan, untuk tahun ini Sinarmas Sekuritas memprediksi laba bersih emiten Bursa Efek Indonesia berkode saham BBTN ini akan mencapai Rp3,3 triliun yang didorong oleh pendapatan bunga bersih senilai Rp10,26 triliun. Sedangkan untuk total kredit pada tahun 2018 akan mencapai Rp236,5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp234,24 triliun, NIM 3,6 persen dan NPL gros 2,6 persen.
Baca Juga:
Sukses Kembangkan Usaha Berkat Pemberdayaan BRI, Inilah Kisah Pengusaha Jambu di Kudus, Jateng
Pemain Belakang Timnas Indonesia, Jordi Amat Tidak akan Tampil dalam Laga Lawan Tiongkok
BRImo FSTVL 2024 Hadir Bidik Generasi Muda, Padukan Kecanggihan Teknologi dan Hiburan
“Kami rekomendasikan beli (buy) untuk saham BBTN hingga akhir 2019 dengan target harga (TP)Rp3.475 yang didukung ekspansi kredit yang kuat dan valuasi yang rendah,” ujarnya.
Evan menambahkan di level sekarang harga saham-saham bank BUMN sudah menarik. Penurunan harga saham perbankan saat ini dipicu adanya tekanan dari kenaikan suku bunga, nilai tukar terhadap dolar AS yang cenderung melemah, dan kepastian dari perang dagang dimana bank sebagai sektor dengan kapitalisasi terbesar ikut terkena dampaknya.
“Akan tetapi seiring dengan koreksi dari awal tahun, nilai valuasi sekarang sangat attractive, dan juga kami berharap pertumbuhan kredit akan membaik apabila dilihat dari tingkat konsumsi selama lebaran dan maraknya event-event sepanjang tahun yang dapat mendukung konsumsi seperti Pilkada, World Cup, Asian Games, dan kampanye Pilpres yang dimulai akhir tahun ini,” paparnya.
Financial Expert dari Universitas Prasetya Mulya, Lukas Setia Atmaja menjelaskan untuk jangka panjang saham perbankan selalu prospektif termasuk juga BBTN.
Baca Juga:
PT Gunbuster Nickel Industry Raih Penghargaan dalam Ajang Konferensi Nasional PKM CSR Award 2024
Generasi Muda, BRI Gelar Program Pengusaha Muda BRILiaN 2024, Tumbuhkan Semangat Entrepreneurship
Penurunan saham perbankan setidaknya ada tiga hal yang menjadi dasarnya yakni karena tahun lalu harga saham bank BUMN sudah naik tinggi seperti BBTN. Kemudian adanya kondisi ekonomi seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang bisa menimbulkan resesi.
“Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kenaikan suku bunga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, secara fundamental saham perbankan masih bagus seperti terlihat pada laporan keuangan kuartal I-2018 dan secara valuasi pun masih sangat menarik untuk dikoleksi jangka panjang. Namun karena pelemahan rupiah, investor asing banyak keluar dan menjual saham-saham blue chip yang sebagian besar adalah saham bank BUMN.
“Investor yang punya dana berlebih bisa masuk secara bertahap,” tegasnya.
Baca Juga:
Berawal dari Karyawan Minimarket, Toko Ini Berkembang Pesat Berkat Kemitraan dengan AgenBRILink
Nasabah Prioritas Capai 161 Ribu, Kelolaan Aset Wealth Management BRI Tumbuh 23,05%
Sementara itu Pengamat pasar modal, Edwin Sinaga menilai prospek saham perbankan khususnya bank BUMN masih menarik untuk dikoleksi. Pasalnya, fundamental bank BUMN secara umum masih solid dan penurunan harga sahamnya di pasar lebih dikarenakan sentimen eksternal.
“Penurunan saham yang terjadi saat ini di luar fundamental bank itu sendiri. Jika dilihat secara harga pun sebenarnya sudah sangat menarik,” urainya.
Edwin menegaskan salah satu saham perbankan yang layak dikoleksi adalah saham BBTN yang harganya sudah turun dalam. Hal ini dikarenakan sebagai bank yang fokus pada pembiayaan perumahan perseroan sangat diuntungkan dengan adanya relaksasi aturan uang muka atau loan to value (LTV) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI).
“Pangsa pasar rumah subsidi juga saat ini masih banyak peminatnya. Jadi kinerja BBTN masih ditunjang oleh permintaan yang tinggi dari rumah menengah bawah khususnya KPR bersubsidi,” terangnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, penurunan harga saham perseroan lebih disebabkan adanya faktor global, dimana ada tiga peristiwa yang terjadi di dunia, yaitu perubahan valuta masing-masing negara, perubahan berpindahnya dana yang dari tujuan ke asal, dan adanya perubahan suku bunga.
“Semua ini dalam rangka normalisasi dan ini tidak bisa dihindari disemua negara,” tuturnya.
Menurut Maryono, meski dibayangi kondisi global yang bergejolak dan adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), namun perseroan tetap optimistis target kinerja tahun ini bisa tercapai. Optimisme ini didukung oleh masih besarnya permintaan untuk program sejuta rumah diberbagai daerah.
Investor, lanjut dia, tidak perlu khawatir dengan kinerja BTN tahun ini.
“Kami optimis target akan tercapai sampai dengan akhir tahun 2018,” tegasnya. (mar)